Minggu, 14 Februari 2010

Rosululloh Dan Tauhid

Apa perhatian utama Rasulullah saw dalam dakwahnya semasa hidup beliau? Tak lain adalah Tauhid Ilahimuhammad, keesaan Allah dan kebalikannya adalah kemusyrikan merupakan hal yang selalu menjadi kekhawatiran beliau jangan-jangan kemusyrikan kembali menghinggapi tubuh suci Islam. Bagaimana kenyataannya?

Titik pusat agama, tempat segala masalah berputar di sekitarnya, atau akar pohon Islam yang baginya semua akidah dan amal perbuatan lainnya merupakan dahan-dahannya, adalah Iman kepada Allah. Semua akidah adalah untuk mendukungnya, dan semua amal perbuatan adalah untuk menguatkannya. Di antara rukun-rukun keimanan kepada Allah, yang terbesamya adalah iman kepada Tauhid. Rasulullah saw semenjak beliau mendakwahkan risalat hingga akhir hayat beliau, terus menerus mengumandangkan ajaran laa ilaaha Illallah yakni, tiada yang layak disembah kecuali Allah. Beliau menanggung segala macam penderitaan, namun beliau tidak henti-hentinya mengemukakan ajaran ini. Sehingga, pada saat beliau meninggal dunia pun, andaikata âda sesuatu yang dipikirkan oleh beliau, sesuatu itu tak lain melainkan kekhawatiran menghilangnya dari dunia ini ajaran yang telah ditegakkan oleh beliau dengan memberikan banyak pengorbanan.
Hati seorang muslim akan meleleh dan jantungnya akan remuk redam apabila ia membaca di dalam buku-buku hadis dan sejarah, betapa keadaan Rasulullah saw. tatkala beliau menanggung derita sakit yang mengantar beliau ke gerbang maut, yang karena kehebatan penderitaan itu jisim beliau mengeluarkan air keringat dan penyakit beliau kian mempengaruhi saraf-saraf beliau yang sehalus-halusnya, dan kegelisahan serta keresahan beliau kian memuncak ketika beliau memikirkan dengan rasa khawatir bahwa jangan-jangan orang-orang sepeninggal beliau akan melalaikan ajaran ini dan orang-orang akan dihinggapi lagi kemusyrikan. Dan, pada saat ketika beliau berada dalam keadaan menderita pun, beliau melupakan diri pribadi beliau sendiri dan dari kekhawatiran memikirkan nasib umat, beliau membolak-balikkan badan beliau dari kanan ke kiri dan dari kiri ke kanan seraya berucap,

"Allah melaknat umat Yahudi dan umat Krtsten, karena mereka
telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka mesjid-mesjid. "

(Bukhari, Bab Mardhun-Nabi)

yang dengan itu dimaksudkan oleh beliau sebagai peringatan untuk berwaspada agar sepeninggal beliau jangan sampai orang-orang mukmin menyembah beliau juga, karena perbuatan itu bertentangan dengan ajaran yang senantiasa diajarkan beliau sepanjang hidup beliau, dan jangan melupakan ajaran Tauhid llahi.

Kegelisahan beliau waktu sakit menjelang wafat dan kecintaan beliau terhadap Tauhid llahi merupakan suatu peristiwa yang amat mengharukan, sehingga setiap orang yang mencintai beliau, karena terbawa oieh pengaruh peristiwa yang memilukan itu, tidak akan sekali-kali menghampiri kemusyrikan.

Namun demikian, kita menyaksikan bahwa di antara orang orang yang menyebut diri mereka orang-orang Islam, kebanyakan dari mereka dengan terang-terangan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran islam ini. Siapakah di antara orang-orang islam yang hidup seribu tiga ratus tahun yang lalu menyangka bahwa pada suatu ketika kelak orang-orang yang memikul panji laa ilaaha illallah akan bersujud kepada kuburan-kuburan? Siapakah menyangka bahwa mereka akan bersembahyang dengan menghadapkan muka ke arah tempat-tempat orang-orang suci mereka dan mereka mempercayai manusia-manusia yang mengetahui gaib? Siapakah menyangka bahwa mereka akan menganggap para wali memiliki kekuasaan Allah dan memohon kepada orang-orang mati supaya maksud-maksud mereka terkabul? Siapakah menyangka bahwa mereka akan mempersembahkan sesajen-sesajen di atas kuburan-kuburan? Adapun tentang orang-orang keramat, mereka berkeyakinan bahwa apa pun yang diinginkan orang orang keramat itu akan dikabulkan oleh Allah Taala dan menyangka bahwa wujud mereka itu hadir di mana-mana. Mereka memberikan korbanan yang dialamatkan kepada orang-orang lain selain Allah. Kemudian, paling celaka lagi, mereka mengatakan bahwa semua ajaran itu merupakan ajaran Alquran Suci dan ajaran junjungan kita Rasulullah saw. Akan tetapi, dari timur sampai barat dan dari utara sampai selatan, di tempat-tempat orang-orang islam tinggal, semua hal yang disebutkan di atas tengah dilakukan; dan sebagian besar orang-orang islam melakukan paling tidak satu di antara hal-hal tersebut di atas.

Melihat kesedihan dan kepiluan hati Rasulullah saw., Allah Taala telah menyelamatkan makam keramat beliau dari bid'ah-bid'ah itu. Akan tetapi di makam-makam para wali islam lainnya dewasa ini, upacara-upacara berbau kemusyrikan berlangsung tak kurang ramainya daripada di kuil-kuil orang-orang Hindu. Andaikata Rasulullah saw. datang pada masa ini dan menyaksikan apa yang sedang berlangsung, niscaya beliau tidak akan menyangka bahwa orang-orang ini umat Islam, bahkan beliau akan menyangka mereka itu pengikut-pengikut suatu agama musyrik lain.

Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa semua khayalan itu digandrungi oleh orang-orang bodoh dan para ulama memandang jijik semua khayalan itu. Akan tetapi, sesungguhnya keadaan suatu bangsa dinilai dari bagian terbesar bilangan perorangan bangsa itu. Apabila kebanyakan orang-orang islam adalah penganut khayalan-khayalan itu, maka kita harus mengambil ketetapan bahwa keadaan orang-orang Islam, ditilik dari segi ketauhidan, telah jatuh. Mereka telah melupakan sendi kalimah laa ilaaha illallah, jiwa Islam.

Akan tetapi ini pun tidak benar kalau dikatakan bahwa orang-orang awam saja yang mempercayai akidah-akidah itu. Mereka yang dikeramatkan oleh orang-orang kebanyakan dan para kyai pun menyetujui khayalan-khayalan orang-orang kebanyakan itu. Dan apabila sebagian dari antara mereka tidak menyetujui dengan sepenuh hati, maka paling kurang keadaan mereka pun demikian rusaknya, sehingga mereka tidak dapat secara terbuka melawan khayalan-khayalan orang-orang kebanyakan. Hal demikian itu pun merupakan suatu gejala bahwa keimanan telah rusak.

Sebagian dari aliran-aliran islam menyatakan bahwa mereka sama sekali jauh dari kemusyrikan dan mereka marah terhadap orang-orang lain yang karena praktek-praktek kemusyrikan mereka itu — telah merugikan Islam. Akan tetapi ajaibnya ialah mereka sendiri pun menjadi mangsa musibah kemusyrikan. Yang memperbedakan dari orang lain hanya kenyataan bahwa mereka ini tidak menyekutukan tiap orang dengan Allah hanya saja menganggap orang-orang islam selebihnya, meyakini bahwa Almasih as. masih hidup di langit. Mereka ini berpendapat bahwa junjungan kita Rasulullah saw., Nabi yang termulia dari antara sekalian nabi, terkubur di dalam tanah, sedangkan Almasih a.s. masih hidup di langit semenjak dua ribu tahun yang lalu —naudzubîllah min dzalik Allah tidak mendatangkan maut kepada beliau. Mereka membaca dengan jelas di dalam Alquran bahwa orang orang suci yang diseru oleh manusia, selain Allah semuanya telah mati, tidak hidup; dan mereka tidak mengetahui kapan beliau-beliau akan dibangkitkan. Allah Taala berfirman,

“Amwaatun ghiru ahyaaain, wama yasy'uruuna ayyaana yub'atsuun”(16:22),

Artinya:
"Mereka itu mati, tak hidup. Dan mereka tidak mengetahui kapan
akan dibangkitkan."
Peny.)

Kemudian mereka menyaksikan, orang-orang Kristen telah menjadikan Almasih a.s. sebagai obyek sembahan selain Allah. Kendati demikian mereka tidak melepaskan kepercayaan tentang hidupnya Almasih as., lagi tidak malu-malu mengatakan akan hal diri mereka sendiri sebagai orang-orang bertauhid. Demikian pula, benar orang-orang ini dengan lantang menentang kemusyrikan, namun daripada itu mereka meyakini bahwa Almasih as. pernah menghidupkan orang-orang mati. Padahal, Allah Taala berfirman bahwa Dia pun tidak menghidupkan kernbali orang mati di dunia ini, sebagaimana Dia berfirman,

“Wa haromun 'ala qoryatin ahlaknaahaa annahum laa yarji'uun”(21 : 96).

("Dan sungguh tidak mungkin atas penduduk suatu negeri yang
telah Kami binasakan, bahwasannya mereka tidak akan kembali "Peny.),

Yakni, Dia telah memutuskan bahwa orang-orang yang telah meninggal dunia tidak akan kembali lagi ke dunia

Demikian pula Dia berfirman,

“Wamin warooihim barzakhun ilaa yaumin yub'aatsuun”(23 : 101).

"Dan di belakang mereka ada dinding penghalang hingga hari tatkala mereka akan dibangkitkan lagi "

Di dalam hadits Rasulullah saw kita dapati bahwa tatkala ayah Jabir ra., yakni Abdullah ra sudah syahid, Allah Taala berfirman kepada Abdullah bahwa beliau boleh meminta apa yang beliau menghendaki. Atas firman itu beliau mengatakan bahwa beliau hanya ingin dihidupkan kernbali untuk turut bersama-sama Rasulullah saw. berjihad dan sekali lagi mati syahid pada jalan Allah lalu dihidupkan kernbali dan sekali lagi mati syahid. Atas ujar itu Allah Taala berfirman bahwa, seandainya Dia tidak bersumpah atas nama Zat-Nya, niscaya Dia akan menghidupkan kembali beliau. Jadi, karena Dia telah berjanji bahwa Dia tidak akan berbuat serupa itu, maka Dia tidak akan melakukannya (Tirmidhi, Kitabut Tafsir, Surah Ali lmran, lbnu Majah, dan Misykat).

Tidak terpikir oleh orang-orang itu, betapa sesuatu yang tidak dilakukan oleh Allah Taala sendiri di dunia ini dan sesuatu yang merupakan salah satu di antara Sifat-sifat khas-Nya, pernah dikerjakan oleh nabi Isa as, mereka telah terkelabui oleh perkataan di dalam Alquran yang berbunyi “uhyil mautaa”-"Aku (Nabi Isa as.) menghidupkan orang yang telah mati" (3 : 50) Peny. Akan tetapi tatkala perkataan yang sama dipergunakan bagi Rasulullah saw. dalam Alquran yang berbunyi :

“Yaa ayyuhalladziina aamans tajiibuu lillahi walirrasuuli idzaa da'aakum lima yuhyiikum”
(Q.S 8 : 25),

("Hai orang-orang yang beriman, terimalah seruan Allah dan Rasai Nya apabila ia memanggil komu kepada apa yang menghidupkan karnu. ")

maka perkataan itu, yakni perkataan menghidupkan, diartikan oleh mereka itu berkaitan dengan kehidupan rohani. Kalau kata ahya berarti juga memberi kehidupan rohani, dan jika tiada wujud dapat menghidupkan orang mati selain Allah Taala, dan bila Allah Taala pun tidak menghidupkan kembali di dunia ini orang orang yang sudah mati, maka mengapa pula mereka tidak mengartikan kata ahya sesuai dengan Kalam llahi, sehingga tidak menimbulkan syirik?

Demikian pula orang-orang yang mengaku bertauhid ini meyakini bahwa Nabi Isa a.s. dahulu pernah menciptakan burung-burung. Padahal mereka membaca di dalam Alquran bahwa selain Allah tiada seorangpun dapat menciptakan sesuatu pun. Allah Taala berfirman,

“Walladziina yad'uuna min duunillaahi laa yakhluquuna syaiawwa humyukhlaquun” (Q.S. 76 : 21).

(Dan mereka yang disent seïam Allah, mereka tidak menciptakan sesuatu pan, bahkan mereka sendiri telah diciptakan.)


Kemudian Dia berfirman:

“Am ja'aluu lillahi syurokaaa kholaquu ka kholqihii fatasyaabahal kholqu 'alaihim qulillahu khooliqu kulli syaiiwwahuwal waahidul Qohhaar”(13:17).

(Atau, apakah mereka itu menjadikan bagi Allah sekutu yang telah menciptakan seperti ciptoanNya, sehingga kedua jenis ciptaan itu nampak serupa soja bagi mereka? Katakanïah, 'Hanya Allahlah Yang telah menciptakan segala sesuatu dan Dialah Yang Maha esa, Mahaperkasa.)

Demikian pula Allah berfirman,
“Innalladziina tad'uuna min duuni llahi laa yakhluquu dzubaaban walawijtama'u lahuu” (22:74),

(Sesungguhnya, mereka yang karnu sembah selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka itu bergabung untük maksud itu.)

sedangkan Nabi isa as. sendiri termasuk di antara mereka yang diseru selain Allah. Pendek kata, kendatipun ada di dalam Alquran tercantum dengan jelas bahwa tiada seorang pun dapat mencipta sesuatu, selain Allah, dan kalau pun ada seseorang yang berbuat serupa itu toh Dia lah satu-satunya Wujud sembahan, mereka mengartikan ayat —

“Annii akhluquu lakum minaththiini kahaiatiththoiri fanfukhu fiihi fayaakuunu thoiron” (3 : 50),
("Aku (Nabi Isa as.) akan membuat untuk kemanfaatanmu dari pribadi-pribadi yang mengandung sifat seperti tanah, sesuatu makhluk dengan cara yang serupa burung mengeram. "Peny.)

bertentangan dengan ajaran Alquran yang muhkam (tegas). Lagi mereka tidak berpikir bahwa sebuah perkataan dapat dipergunakan dalam berbagai makna. Jadi, hendaknya mengartikan perkataan itu sesuai dengan bunyi ayat-ayat Alquran Suci lainnya dan selaras dengan kemuliaan seorang hamba Allah. Hendaknya jangan bertentangan dengan hal-hal yang muhkam (tegas) dan menyalahi kemuliaan Allah Taala. Pula hendaknya, sementara menyatakan diri bertauhid, jangan terjerumus ke dalam lembah kemusyrikan.

Kepercayaan-kepercayaan berbahaya itulah yang terdapat dewasa ini di kalangan orang-orang Islam — baik dari kaum alim ulama maupun dari orang-orang bodoh, baik dari mereka yang taklid maupun dari mereka yang tidak takiid, baik dari golongan Ahli Sunah maupun dari golongan Syiah. Dan, karena kehadiran kepercayaan-kepercayaan itu, tiada seorang pun dapat mengatakan bahwa orang-orang islam berpijak pada asas laa ilaaha illallah Tidak syak lagi bahwa dewasa ini pun kalimah laa ilaaha illallah diucapkan oieh orang-orang Islam. Akan tetapi, dikarenakan oleh kepercayaan-kepercayaan tersebut di atas, mereka telah begitu menjauhnya dari mafhumnya tak ubah halnya seperti bangsa-bangsa musyrik lainnya.

(Dalam tulisan ini kami menampilkan bagaimana Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menanggapi hal-hal seperti yang disebutkan diatas, beliau menawarkan suatu ajaran yang demikian saratnya dengan ketauhidan dan padat dengan upaya menegakkan kegagahan Allah Taala sehingga hati manusia — dengan menerimanya akan dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah Taala, dan manusia akan benar-benar terpelihara dari api kemusyrikan. la akan mencapai derajat ketauhidan itu seperti dahulu pernah dicapai oleh para sahabat di zaman Rasulullah saw. Beliau berupaya membuktikan kesalahan semua kepercayaan tersebut di atas berlandaskan pada dalil-dalil dan menerangkan bahwa Allah itu Esa adanya. Semua perbuatan itu—seperti memohon kepada seseorang yang sudah mati dan bukan kepada Allah agar segala keinginannya terkabul, atau mempersembahkan sesajen di atas kuburan, atau bersujud kepada seseorang yang masih hidup atau yang sudah mati, atau menganggap seseorang memiliki kekuasaan seperti Tuhan, atau menganggap nabi ataupun bukan nabi mengetahui gaib, atau menyembelih hewan atau memberikan sesuatu sebagai sedekah dengan mengalamatkannya kepada seseorang selain Tuhan guna memperoleh keridhaannya, atau meyakini seseorang bahwa apa pun yang diinginkannya Allah selalu memperkenankan-semua itu adalah perbuatan syirik. Hendaknya orang mukmin menjauhi hal itu.

Demikian pula Mirza Gulam Ahmad membuktikan bahwa Almasih as. Telah wafat, seperti para nabi lainnya, dan telah dikebumikan. Beliau pernah menghidupkan orang-orang yang mati rohani. Seperti halnya manusia lainnya dapat mencipta sesuatu, demikian pula beliau dahulu mencipta. Beliau tidak memiliki kemampuan memberi nyawa kepada sesuatu yang tak bernyawa atau menghidupkan orang mati, baik tanpa maupun dengan seizin Allah. Sebab, tidak lazim pada Allah Taala melimpahkan Sifat-sifat khususNya kepada seorang hamba pun. KalamNya jelas-jelas membantah adanya Sifat-sifat semacam itu pada wujud Nabi Isa as atau pun pada seseorang yang lain. Selama orang-orang menganut kemusyrikan, selama itu mereka akan membuat-buat ide bahwa Allah Taala telah melimpahkan kekuatan-kekuatanNya kepada si Fulan. Seorang pun tidak adà yang mengatakan bahwa apa yang dijadikan sembahannya itu telah bebas dari kekuasaan Allah Taala dan ia berkuasa sendiri di muka bumi. Mirza Gulam Ahmad menghalau kegelapan syirik dengan suatu ajaran yang sesuai atau mengembalikannya kembali Alquran dan sesuai dengan akal.

(“Da'watul Amir” karangan Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, terj, Sayyid Syah Muhamamd al-Jaelani dan R. Ahmad Anwar, (Bandung: Guna Bakti Grafika, 1989), cet ke-1, hal. 175-183)

Dikutip dari :1-islam.net

0 comments:

Friends

Followers

Fave This

My INSPIRATION Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts